Selasa, 06 Desember 2016

PERBEDAAN SIKLUS AKUNTANSI MANUAL DENGAN SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Karakteristik Sistem Akuntansi Manual adalah sebagai berikut :
1.    Sistem manual berperan sebagai pengendali dan filter
2. Keterbatasan output pada saat selesainya pekerjaan laporan akhir. Sedangkan laporan di bagian awal, tengah, sulit untuk dibuat dengan segera.
3. Pengamanan bukti-bukti pembukuan (buku besar dan buku pembantu), baik sumber dokumen maupun dokumen pendukung harus dijaga dengan ketat dan rahasia.
4.  Membutuhkan waktu dan tenaga yang optimal untuk melakukan jejak audit.
5. Mekasimalisasi pemakaian tenaga manusia untuk proses entry data atau dengan kata lain proses pengolahan data akuntansi banyak melibatkan manusia.
6. Penerapan aturan yang berlapis sesuai hirarki organisasi dalam penerapan control terhadap manusia.
7. Kecermatan dan ketepatan waktu dalam mencatat data keuangan dan penyajian laporan keuangan merupakan issue yang kritis
8.   Perlu pemisahan antara petugas yang mempersiapkan buku harian, jurnal dan buku besar

 Karekteristik Sistem Akuntansi Komputer adalah sebagai berikut :
1.     Modul buku besar menjadi sebagai data stronge atau gudang data
2.     Kebutuhan informasi dapat dilakukan langsung ke database sistem.
3.     Menghasilkan informasi dan Laporan keuangan multidimensi
4.     Informasi keuangan yang dapat dimunculkan segera serentak melalui media windows.
5.     Pencatatan data akuntansi berupa buku besar dan buku pembantu di simpan dan diselenggarakan secara elektronik dalam bentuk shared database.
6.     Perangkat keras dan perangkat lunak teknologi dominan digunakan.
7.     Informasi dapat ditampilkan secara visual screen maunpun print-out.
8.     Menuntut pengintegrasian fungsi
9.     Menghilangkan sistem otorisasi tradisional
10. Dapat dilakukan jejak audit berdasarkan bagan alir program dan bagan alir sistem yang tersedia.
11.   Peranan tenaga manusia terbatas pada entry data.
12. Rawan terhadap serangan virus komputer sehingga menimbulkan risiko kehilangan data
13. Kecermatan dan ketepatan waktu pencatatan dan penyajian informasi keuangan terjamin oleh komputer
14. Unsur yang paling kritis adalah program komputer yang dipergunakan dalam memproses kegiatan akuntansi. Issue G.I.G.O ( Garbage In Garbage Out ), kehandalan hardware, muncul dalam komputerisasi.
SIKLUS AKUNTANSI MANUAL


1)    Tahap Pengumpulan Bukti Transaksi
Bukti Transaksi adalah data dasar yang kemudian diolah dalam sistem akuntansi untuk mendapatkan laporan keuangan. Data tersebut bisa berupa data keuangan maupun data non keuangan. 
2)    Tahap menjurnal bukti transaksi
Tahap awal dari langkah Jurnal adalah memisahkan transaksi menurut sifatnya. Pemisahan tersebut dilakukan dengan memeriksa secara cermat setiap data yang dikumpulkan, apakah termasuk transaksi penjualan, pembelian, biaya operasional, pembelian perlengkapan kantor, pembelian harta tetap, dan sebagainya. Tahap selanjutnya adalah mengklasifikasikan aneka transaksi tersebut ke dalam sebuah catatan berdasarkan urutan kronolgis. Catatan itulah yang disebut dengan Jurnal. Jurnal dibagi dua yaitu Jurnal Dua Lajur atau Jurnal Umum, dan Jurnal Khusus (Kas Masuk, Kas Keluar, Penjualan dan Pembelian).
3)    Tahap Posting Data
Langkah selanjutnya transaksi-transaksi tersebut akan dikumpulkan kembali kedalam buku yang disebut Buku Besar (General Ledger). Proses pengumpulan ini disebut dengan istilah posting, yaitu merupakan proses perpindahan informasi akuntansi dari jurnal masing-masing perkiraan yang bersangkutan. Posting tersebut pada akhirnya akan mengelompokkan transaksi kedalam kelompok aktiva, hutang, modal, pendapatan, dan biaya.

4)    Tahap Menyusun  Neraca Saldo
Sering disebut dengan neraca percobaan (Trial Balance), merupakan daftar perkiraan dimana masing-masing perkiraan memuat saldo akhir transaksi seperti yang terdapat dalam buku besar. Neraca ini berguna untuk menguji keseimbangan debit dan kredit dalam buku besar dan menjadi dasar dalam pembuatan laporan keuangan.

5)    Tahap Menyusun Laporan Keuangan
Laporan keuangan biasanya terdiri dari :
Laporan Laba Rugi (Income Statement) adalah laporan yang menunjukkan berhasil tidaknya perusahann dalam menjalankan kegiatannya selama periode tertentu. Laporan ini merupakan ringkasan laporan pendapatan dan biaya dalam kegiatan operasional perusahaan.
Neraca (Balance Sheet) suatu daftar yang menunjukkan posisi harta, hutang dan modal dalam suatu perusahaan.per tanggal tertentu.

6)    Tahap Penutupan Periode Buku
Tahap penutupan adalah tahap yang menghubungkan periode akuntansi yang sedang dibuat laporannya dengan periode akuntansi yang akan dating.

SIKLUS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

1.     Siklus pendapatan (Revenue)
            Siklus pendapatan (revenue cycle) adalah rangkaian aktivitas bisnis dan kegiatan pemrosesan informasi terkait yang terus berulang dengan menyediakan barang dan jasa ke para pelanggan dan menagih kas sebagai pembayaran dari penjualan-penjualan tersebut.
Pada siklus pendapatan, terdapat 4 aktifitas dasar bisnis yaitu;  Memasukkan pesanan penjualan (sales order entry), Mengirim pesanan (shipping), Penagihan dan piutang usaha (billing and accounts receivable), Menerima pembayaran  / kas (cash collection)

2.     Siklus pengeluaran (Expediture)
            Siklus pengeluaran (expenditure cycle) adalah rangkaian kegiatan bisnis dan operasional pemrosesan data terkait yang berhubungan dengan pembelian serta pembayaran barang dan jasa. Pada siklus pengeluaran, terdapat 3 aktivitas dasar bisnis yaitu :  Memesan barang , persediaan, dan jasa,  Menerima dan menyimpan barang, persediaan, dan jasa, Membayar untuk barang, persediaan, dan jasa.

3.     Siklus produksi
            Siklus ini mencakup kegiatan mengubah bahan mentah dan buruh menjadi produk jadi. Siklus produksi ini tidak termasuk harga pokok penjualan.
Pada siklus produksi, terdapat 4 aktivitas dasar bisnis yaitu :   Perancangan Produk, Perencanaan dan Penjadwalan, Operasi Produksi,Akuntansi Biaya

4.     Siklus keuangan
         Siklus ini mencakup kegiatan untuk mendapatkan laba dari investor dan kreditor dan membayar mereka kembali. Siklus ini merupakan pelaporan keuangan berupa prosedur pencatatan dan perekaman ke jurnal dan buku besar dan pencetakan laporan-laporan keuangan yang datanya diambil dari buku besar.
Sistem aplikasi dalam siklus keuangan yaitu; Sistem pemilikan. Sistem catatan jurnal,  Sistem pelaporan keuangan.


PERBEDAAN FINANCIAL STATEMENT DAN FINANCIAL REPORTING

Output dari akuntansi adalah financial statement (laporan keuangan), sedangkan financial reporting (pelaporan keuangan) merupakan suatu output sampingan yang mendukung financial statement ini. Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci tentang perbedaan financial statement dan financial reporting.
1.     Financial Statement
Financial Statement atau Laporan Keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
Untuk pembuatan laporan keuangan ini, harus memenuhi kaidah dan standar tertentu, yang di Indonesia dikenal dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. Tujuan adanya standar ini supaya laporan keuangan ini seragam dalam pembuatannya dan tidak menimbulkan macam2 interpretasi. Laporan keuangan, terutama untuk perusahaan publik (terdaftar di Bursa Efek), setelah di-audit maka akan menjadi konsumsi masyarakat luas dan tidak hanya pihak internal saja. Pihak eksternal yang punya kepentingan dengan laporan keuangan misalnya bank, pemegang saham, kantor pajak dll.
Financial statement terdiri dari:
1. Balance sheet (Neraca).
2. Income statement (Laporan rugi/laba).
3. Statement of change in equity (Laporan perubahan ekuitas).
4. Cash flow statement (Laporan arus kas).
5. Notes to financial statement (Catatan atas laporan keuangan).
Berikut adalah contoh financial statement pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk 
1.     Financial Reporting
Financial Reporting atau Pelaporan Keuangan meliputi segala aspek yang berkaitan dengan penyediaan dan peyampaian informasi keuangan. Aspek-aspek tersebut antara lain lembaga yang terlibat (misalnya penyusunan standar, badan pengawas dari pemerintah atau pasar modal, organisasi profesi, dan entitas pelapor), peraturan yang berlaku termasuk PABU (prinsip akuntansi berterima umum atau generally accepted accounting principles/GAAP). Tetapi Financial reporting tidak mempunyai standar yang berlaku umum dan dibuat hanya untuk tujuan internal saja.
Financial reporting terdiri dari:
1.     Profil Perusahaan
2.     Ikhtisar Saham
3.     Laporan Pelaksanaan GCG
4.     Laporan Pelaksanaan CSR
5.     Pembahasan Hasil Kinerja Keuangan
6.     Laporan Keuangan konsolidasi
7.     Data Perusahaan
Contoh financial reporting untuk ikhtisar saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk

Jadi dapat kita simpulkan bahwa financial statement adalah merupakan bagian dari financial reporting. Perbedaan mendasar antara kedua jenis laporan tersebut adalah bahwa financial statement hanya berisi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, perubahan ekuitas dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan financial reporting berisi financial statement "plus", yakni plus laporan-laporan manajerial lain seperti profil perusahaan, prospektus, harga saham, CSR, dll, yang tidak disyaratkan dalam Standar Akuntansi.

Minggu, 20 November 2016

PERBANDINGAN INTERNAL CONTROL (COSO) TAHUN 1970 DAN 2013

Kepanjangan dari COSO adalah Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission. COSO ini dibuat oleh sektor swasta untuk menghindari tindak korupsi yang sering terjadi di Amerika pada tahun 1970-an. COSO terdiri atas 5 komponen:
1. Control environment
Tindakan atau kebijakan  manajemen yang mencerminkan sikap manajemen puncak secara keseluruhan dalam pengendalian manajemen. Yang termasuk dalam control environment:
– Integrity and ethical values (integritas dan nilai etika)
– Commitment to competence (komitmen terhadap kompetensi)
– Board of Directors and audit committee (dewan komisaris dan komite audit)
– Management’s philosophy and operating style (filosofi manajemen dan gaya mengelola operasi)
– Organizational structure (struktur organisasi)
– Human resource policies and procedures (kebijakan sumber daya manusia dan prosedurnya)
2. Risk assessment
Tindakan manajemen untuk mengidentifikasi, menganalisis risiko-risiko yang relevan dalam penyusunan laporan keuangan dan perusahaan secara umum. Yang termasuk dalam risk assessment:
– Company-wide objectives (tujuan perusahaan secara keseluruhan)
– Process-level objectives (tujuan di setiap tingkat proses)
– Risk identification and analysis (indentifikasi risiko dan analisisnya)
– Managing change (mengelola perubahan)
3. Control activities
Tindakan-tindakan yang diambil manajemen dalam rangka pengendalian intern. Yang termasuk control activities:
– Policies and procedures (kebijakan dan prosedur)
– Security application and network (keamanan dalam hal aplikasi dan jaringan)
– Application change management (manajemen perubahan aplikasi)
– Business continuity or backups (kelangsungan bisnis)
– Outsourcing (memakai tenaga outsourcing)
4. Information and communication 
Tindakan untuk mencatat, memproses dan melaporkan transaksi yang sesuai untuk menjaga akuntablitas. Yang termasuk komponen ini adalah sebagai berikut.
– Quality of information (kualitas informasi)
– Effectiveness of communication (efektivitas komunikasi)
5. Monitoring
Peniilaian terhadap mutu pengendalian internal secara berkelanjutan maupun periodik untuk memastikan pengendalian internal telah berjalan dan telah dilakukan penyesuian yang diperlukan sesuai kondisi yang ada. Yang termasuk di dalam komponen ini, yakni:
– On-going monitoring (pengawasan yang terus berlangsung)
– Separate evaluations (evaluasi yang terpisah)
– Reporting deficiencies (melaporkan kekurangan-kekurangan yang terjadi)

Kerangka kerja pengendalian intern yang diterbitkan oleh COSO dikenal luas dengan sebutan COSO Internal Control Integrated Framework. Nama tersebut tetap dipertahankan pada kerangka kerja yang baru. Untuk membedakan penyebutan yang lama dengan yang baru, saya pakai singkatan COSO IC 1992 (untuk yang lama) dan COSO IC 2013 (untuk yang baru).

COSO IC 2013 terdiri dari tiga volume yaitu:
Executive Summary: memberikan gambaran umum kerangka pengendalian intern bagi para dewan pengawas (board of directors), CEO, dan manajemen senior lainnya.
Framework and Appendices: menetapkan kerangka, mendefinisikan pengendalian intern, menjelaskan persyaratan pengendalian intern yang efektif termasuk komponen dan prinsip-prinsipnya, dan memberikan petunjuk bagi semua tingkatan manajemen dalam merancang, melaksanakan, dan mengarahkan pengendalian intern serta menilai efektivitasnya.
Illustrative Tools: menyediakan template dan skenario yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas sistem pengendalian intern.


Sumber: COSO

Visualisasi konsep pengendalian intern COSO yang sangat terkenal adalah berbentuk kubus. Lihatlah ilustrasi kubus di atas! Gambar kubus sebelah kiri diambil dari COSO IC 1992. Gambar tersebut menunjukkan keterkaitan erat antara tujuan, komponen, dan struktur organisasi tempat diterapkannya pengendalian intern. Dari dimensi sisi kubus yang terlihat, sisi atas mencerminkan tujuan, sisi muka mencerminkan komponen, dan sisi samping mencerminkan ruang lingkup penerapan pengendalian intern. Konsep visualisasi ini masih tetap digunakan pada COSO IC 2013. Tentunya dengan menyesuaikan nama istilah di setiap sisi sesuai dengan konsep kerangka yang baru. Lihat gambar sebelah kanan yang berwarna-warni!
Definisi dan Tujuan
Berbeda dengan COSO ERM yang melakukan perubahan definisi, COSO IC 2013 secara prinsip masih mempertahankan definisi pengendalian intern tahun 1992. Pengendalian intern didefinisikan sebagai suatu proses di dalam organisasi (entitas) yang dipengaruhi oleh dewan pengawas (board), manajemen, dan personel lainnya, dirancang untuk memberikan keyakinan memadai bagi pencapaian tujuan organisasi. Pada sisi tujuan inilah terjadi sedikit perubahan. Tujuan yang hendak dicapai organisasi menurut COSO IC 2013 terdiri dari tiga kategori yaitu tujuan terkait operasi (operations), pelaporan (reporting), dan kepatuhan (compliance). Tujuan yang mengalami perubahan atau tepatnya perluasan lingkup dari COSO IC 1992 adalah tujuan operasi dan pelaporan. Tujuan operasi tidak semata-mata terkait dengan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya tetapi mencakup seluruh efisiensi dan efektivitas operasi termasuk sasaran/tujuan kinerja operasi dan keuangan serta pengamanan aset dari kerugian. Tujuan pelaporan diperluas cakupannya meliputi semua pelaporan organisasi, tidak dibatasi hanya pada lingkup pelaporan keuangan saja seperti kerangka 1992. Adapun tujuan kepatuhan masih sama dengan konsep COSO IC 1992. Kutipan definisi pengendalian intern asli dari COSO IC 2013 adalah sebagai berikut:
Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives relating to operations, reporting, and compliance
Komponen
COSO IC 2013 tidak mengubah lima komponen pengendalian intern yang telah dipakai sejak COSO IC 1992. Tentu saja uraian penjelasannya tetap mengalami penyempurnaan. Penjelasan singkat dari komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut.
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian adalah rangkaian standar, proses dan struktur yang menjadi dasar dalam penyelenggaraan pengendalian intern di seluruh organisasi. Dewan pengawas dan manajemen puncak menciptakan irama pada level tertinggi organisasi mengenai pentingnya pengendalian intern dan standar perilaku yang diharapkan. Sub-komponen lingkungan pengendalian mencakup integritas dan nilai etika yang dianut organisasi; parameter-parameter yang menjadikan dewan pengawas mampu melaksanakan tanggung jawab tata kelola; struktur organisasi serta pembagian wewenang dan tanggung jawab; proses untuk merekrut, mengembangkan, dan mempertahankan individu yang kompeten; serta kejelasan ukuran kinerja, insentif, dan imbalan untuk mendorong akuntabilitas kinerja. Lingkungan pengendalian yang dihasilkan akan berdampak luas terhadap sistem pengendalian intern secara keseluruhan.
2. Penilaian Risiko (Risk Assessment)
Penilaian risiko melibatkan proses yang dinamis dan berulang (iterative) untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko terkait pencapaian tujuan. COSO IC 2013 merumuskan definisi risiko sebagai kemungkinan suatu peristiwa akan terjadi dan berdampak merugikan bagi pencapaian tujuan. Risiko yang dihadapi organisasi bisa bersifat internal (berasal dari dalam) ataupun eksternal (bersumber dari luar). Risiko yang teridentifikasi akan dibandingkan dengan tingkat toleransi risiko yang telah ditetapkan. Penilaian risiko menjadi dasar bagaimana risiko organisasi akan dikelola. Salah satu prakondisi bagi penilaian risiko adalah penetapan tujuan yang saling terkait pada berbagai tingkatan organisasi. Manajemen harus menetapkan tujuan dalam kategori operasi, pelaporan, dan kepatuhan dengan jelas sehingga risko-risiko terkait bisa diidentifikasi dan dianalisis. Manajemen juga harus mempertimbangkan kesesuaian tujuan dengan organisasi. Penilaian risiko mengharuskan manajemen untuk memperhatikan dampak perubahan lingkungan eksternal serta perubahan model bisnis organisasi itu sendiri yang berpotensi mengakibatkan ketidakefektifan pengendalian intern yang ada.
3. Kegiatan Pengendalian (Control Activities)
Kegiatan pengendalian mencakup tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan dan prosedur untuk membantu memastikan dilaksanakannya arahan manajemen dalam rangka meminimalkan risiko atas pencapaian tujuan. Kegiatan pengendalian dilaksanakan pada semua tingkatan organisasi, pada berbagai tahap proses bisnis, dan pada konteks lingkungan teknologi. Kegiatan pengendalian ada yang bersifat preventif atau detektif dan ada yang bersifat manual atau otomatis. Contoh kegiatan pengendalian adalah otorisasi dan persetujuan, verifikasi, rekonsiliasi, dan reviu kinerja. Dalam memilih dan mengembangkan kegiatan pengendalian, biasanya melekat konsep pemisahan fungsi (segregation of duties). Jika pemisahan fungsi tersebut dianggap tidak praktis, manajemen harus memilih dan mengembangkan alternatif kegiatan pengendalian sebagai kompensasinya.
4. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
Organisasi memerlukan informasi demi terselenggaranya fungsi pengendalian intern dalam mendukung pencapaian tujuan. Manajemen harus memperoleh, menghasilkan, dan menggunakan informasi yang relevan dan berkualitas, baik dari sumber internal maupun eksternal. Hal tersebut diperlukan agar komponen pengendalian intern yang lain berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Sementara itu, komunikasi merupakan proses berulang (iterative) dan berkelanjutan untuk memperoleh, membagikan dan menyediakan informasi. Komunikasi internal harus menjadi sarana diseminasi informasi di dalam organisasi, baik dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, maupun lintas fungsi.
5. Kegiatan Pemantauan (Monitoring Activities)
Komponen ini merupakan satu-satunya komponen yang berubah nama. Sebelumnya komponen ini hanya disebut pemantauan (monitoring). Perubahan ini dimaksudkan untuk memperluas persepsi pemantauan sebagai rangkaian aktivitas yang dilakukan sendiri dan juga sebagai bagian dari masing-masing empat komponen pengendalian intern lainnya. Kegiatan pemantauan mencakup evaluasi berkelanjutan, evaluasi terpisah, atau kombinasi dari keduanya yang digunakan untuk memastikan masing-masing komponen pengendalian intern ada dan berfungsi sebagaimana mestinya. Evaluasi berkelanjutan dibangun di dalam proses bisnis pada tingkat yang berbeda-beda guna menyajikan informasi tepat waktu. Evaluasi terpisah dilakukan secara periodik, bervariasi lingkup dan frekuensinya tergantung pada hasil penilaian risiko, efektivitas evaluasi berkelanjutan, dan pertimbangan manajemen lainnya.
Prinsip-Prinsip
COSO IC 2013 mengenalkan kodifikasi 17 prinsip pengendalian intern. Kodifikasi tersebut belum ada di dalam kerangka sebelumnya. Prinsip-prinsip pengendalian intern merepresentasikan konsep fundamental dari tiap-tiap komponen pengendalian intern. Karena prinsip-prinsip tersebut dirumuskan langsung dari komponen pengendalian intern maka diharapkan pengendalian intern organisasi akan efektif bila menerapkan semua prinsip tersebut. Semua prinsip pengendalian intern berhubungan dengan tujuan-tujuan organisasi, baik itu berupa tujuan operasi, pelaporan, maupun kepatuhan. Rincian dari ketujuh belas prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
Prinsip dalam Lingkungan Pengendalian
Organisasi menunjukkan komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika.
Dewan pengawas menunjukkan independensinya dari manajemen dan melaksanakan pengawasan atas pengembangan dan kinerja pengendalian intern.
Manajemen dengan pengawasan dari dewan pengawas menetapkan struktur organisasi, garis pelaporan, serta wewenang dan tanggung jawab yang tepat dalam rangka pencapaian tujuan.
Organisasi menunjukkan komitmen dalam merekrut, mengembangkan, dan mempertahankan individu-individu yang kompeten sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Organisasi memegang akuntabilitas individu-individu atas pelaksanaan pengendalian intern dalam rangka pencapaian tujuan.
Prinsip dalam Penilaian Risiko
Organisasi menetapkan tujuan-tujuan yang jelas agar dapat dilakukan identifikasi dan penilaian risiko terkait tujuan tersebut.
Organisasi mengidentifikasi risiko atas pencapaian tujuan secara menyeluruh dan menganalisis risiko sebagai landasan pengelolaan risiko.
Organisasi mempertimbangkan potensi kecurangan (fraud) dalam melakukan penilaian risiko atas pencapaian tujuan.
Organisasi mengidentifikasi dan menilai perubahan-perubahan yang dapat berdampak signifikan terhadap sistem pengendalian intern.
Prinsip dalam Kegiatan Pengendalian
Organisasi memilih dan mengembangkan kegiatan pengendalian yang berkontribusi meminimalkan risiko atas pencapaian tujuan sampai pada level yang dapat diterima.
Organisasi memilih dan mengembangkan kegiatan pengendalian umum atas teknologi untuk mendukung pencapaian tujuan.
Organisasi memberlakukan kegiatan pengendalian melalui kebijakan yang menetapkan apa yang diharapkan dan melalui prosedur yang menjabarkan kebijakan menjadi tindakan.
Prinsip dalam Informasi dan Komunikasi
Organisasi memperoleh, menghasilkan dan menggunakan informasi yang relevan dan berkualitas untuk mendukung berfungsinya komponen pengendalian intern lainnya.
Organisasi melakukan komunikasi informasi secara intern, termasuk tujuan dan tanggung jawab pengendalian intern, yang diperlukan untuk mendukung berfungsinya pengendalian intern.
Organisasi menjalin komunikasi dengan pihak-pihak eksternal terkait hal-hal yang mempengaruhi berfungsinya komponen pengendalian intern lainnya.
Prinsip dalam Kegiatan Pemantauan
Organisasi memilih, mengembangkan, dan melaksanakan evaluasi secara terus-menerus (berkelanjutan) dan/atau secara terpisah untuk memastikan bahwa komponen-komponen pengendalian intern benar-benar ada dan berfungsi.
Organisasi mengevaluasi dan mengkomunikasikan kelemahan pengendalian intern secara tepat waktu kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mengambil tindakan korektif, termasuk manajemen puncak dan dewan pengawas, sebagaimana mestinya.
Titik Fokus
Selain mengenalkan prinsip-prinsip sebagai hal baru, COSO IC 2013 juga mengenalkan 81 titik fokus (points of focus). Titik fokus tersebut mencerminkan ciri khas penting dari masing-masing prinsip dan dapat digunakan untuk memfasilitasi proses merancang, menerapkan, dan mengarahkan pengendalian intern. Titik fokus menjadi sarana manajemen untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip telah ada dan berfungsi dengan baik. Mirip dengan hubungan antara prinsip dengan komponen, titik fokus ini memiliki hubungan yang sifatnya mendukung tiap prinsip yang ada. Artinya, di dalam masing-masing prinsip terdapat beberapa titik fokus yang mendukungnya. Mengingat jumlahnya yang banyak, saya tidak akan menguraikan satu per satu titik fokus tersebut. Sebagai contoh saja, prinsip "Organisasi menunjukkan komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika" pada komponen "Lingkungan Pengendalian" didukung oleh empat titik fokus yaitu:
set the tone at the top;
penetapan standar perilaku;
evaluasi kepatuhan terhadap standar perilaku;
penanganan deviasi/penyimpangan tepat waktu.
Keterbatasan Pengendalian Intern
Sebagaimana termaktub di dalam definisi, keberadaan pengendalian intern dirancang untuk memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan mutlak. COSO IC 2013 mengungkapkan keterbatasan pengendalian intern yang mungkin terjadi karena:
penetapan tujuan sebagai prasyarat pengendalian intern tidak tepat; 
pengambilan keputusan oleh manusia yang salah atau bias; 
kegagalan/kesalahan faktor manusia sebagai pelaksana pengendalian; 
kemampuan manajemen mengesampingkan pengendalian; 
kemampuan manajemen, personil lain, atau pihak ketiga untuk berkolusi; atau 

peristiwa eksternal di luar kendali organisasi.

PERKEMBAGAN TEORI FRAUD

FRAUD
Secara harafiah fraud didefInisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law Dictionary Fraud menguraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang, untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tidak terduga, penuh siasat. Licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.

FRAUD  TRIANGLE
Fraud triangle adalah sebuah teori yang dikemukakan oleh Donald R. Cressey setelah melakukan penelitian untuk tesis doktor-nya pada tahun 1950. Cressey mengemukakan hipotesis mengenai fraud triangle untuk menjelaskan alasan mengapa orang melakukan fraud.Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Cressey menemukan bahwa orang melakukan fraud ketika mereka memiliki masalah keuangan yang tidak bisadiselesaikan bersama, tahu dan yakin bahwa masalah tersebut bisa diselesaikan secara diam-diam dengan jabatan/pekerjaan yang mereka miliki dan mengubah pola pikir darikonsep mereka sebagai orang yang dipercayai memegang aset menjadi konsep merekasebagai pengguna dari aset yang dipercayakan kepada mereka. Cressey juga menambahkan bahwa banyak dari pelanggar kepercayaan ini mengetahui bahwa tindakan yang mereka lakukan merupakan tindakan yang ilegal, tetapi mereka berusaha memunculkan pemikiran bahwa apa yang mereka lakukan merupakan tindakan yang wajar. Dari penjelasan di atas, Cressey mengungkapkan bahwa ada 3 faktor yangmendukung seseorang melakukan fraud, yaitu yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:

·         Pressure

Pressure (tekanan) memiliki berbagai arti, di antaranya keadaan di mana kita merasa ditekan, kondisi yang berat saat kita menghadapi kesulitan, sesuatu yang dapat membuat kita meningkatkan perhatian dalam melakukan tindakan, meningkatkan ingatan dan kemampuan untuk mengingat. Dengan kata lain,pressureDapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi, di lain pihakdapat menjadi salah satu sumber dari munculnya fraud dan akhirnya menjadi salah satu elemen darifraudtriangle. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan pressure adalah sebuah dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang hanya terdorong oleh keserakahan.

·         Opportunity
Opportunity adalah peluang / kesempatan yang dapat kita pahami sebagai situasi dan kondisi yang ada pada setiap orang atau individu. Situasi dan kondisi tersebut memungkinkan seseorang bisa berbuat atau melakukan kegiatan yang memungkinkan fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3 elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling mendasari terjadinya kecurangan. Peluang ini dapat muncul kapan saja, sehingga pengawasan dan kontrol internal perusahaan sangat diperlukan untuk mengantasipasi kemungkinan adanya peluang seseorang melakukan kecurangan. Seseorang yang tanpa tekanan sekalipun dapat melakukan kecurangan dengan adanya peluang ini, meskipun pada awalnya tidak ada peluang untuk melakukan ini.

·         Rationalization
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebutkan bahwa faktorketiga terjadinya sebuah fraud adalah rasionalisasi. Secara garis besar rasionalisasi dapat diartikan sebagai tindakan yang mencari alasan pembenaran oleh orang-orangyang merasa dirinya terjebak dalam suatu keadaan yang buruk. Pelaku akan mencarialasan untuk membenarkan kejahatan untuk dirinya agar tindakan yang sudahdilakukannya dapat diterima oleh masyarakat.Menurut Spillane (2003), rasionalisasi adalah sebuah gaya hidup dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan prinsip yang menyatukan, secara tidak langsung rasionalisasi menyediakan cara untuk membenarkan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan keadaan yang ada. Cara berasionalisasi yang sering terjadi adalah memindahkan kebenaran dasar sejajar dengan prestasi yang tidak tepat, namun sebaliknya rasionalisasi ini hanya akan menghasilkan penghargaan diri yang palsu.Para pakar sosiolog merujuk pada proses di mana peningkatan jumlah tindakan sosialmenjadi berdasarkan pertimbangan efisiensi perhitungan bukan pada motivasi yang berasal dari moralitas, emosi, kebiasaan atau tradisi.
Seperti yang kita ketahui kejahatan kerah putih atau white collar crime memiliki ciri khas kurangnya perasaan atau ketidakpedulian pelaku yang berasal dariserangkaian alasan atau rasionalisasi untuk membebaskan diri dari rasa bersalah yangtimbul dari perilaku mereka yang menyimpang (Dellaportas, 2013). Rasionalisasi merupakan senjata yang digunakan para pelaku dalam menyangkal seluruh kesalahanatau kecurangan yang mereka buat dengan tujuan mempertahankan citra diri.

FRAUD SCALE
Teori fraud scale merupakan teori lanjutan dari teori fraud triangle. Teori ini mengukur kemungkinan tindakan penipuan dengan cara mengevaluasi kekuatan tekanan, kesempatan dan integritas pribadi. Tekanan yang tinggi, kesempatan besar dan integritas pribadi rendah memungkinkan resiko terjadinya fraud tinggi. Sebaliknya tekanan yang rendah, kesempatan kecil, dan integritas pribadi tinggi menyebabkan resiko terjadinya fraud rendah. Tujuan teori ini adalah untuk mengukur kemungkinan pelanggaran etika, kepercayaan dan tanggung jawab.Teori ini berlaku untuk pelanggaran yang mengarah ke penipuan laporan keuangan. Sumber tekanan menurut teori ini adalah perkiraan penjualan, laba manajemen.


FRAUD DIAMOND
Pada awalnya Cressey melakukan penelitian kepada 113 orang yang melakukan pelanggaran hukum dibidang penggelapan uang di perusahaan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut bahwa alasan yang mendorong seseorang melakukan fraud ada 3 yang tergabung dalam Fraud Triangle yang sudah dijelaskan diatas.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, ditemukan 1 faktor lagi yang merupakan alasan seseorang melakukan kecurangan. Berikut penjelasannya :

·         Pressure adalah sesuatu yang mendorong orang melakukan kecurangan dapat disebabkan oleh tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.
Tekanan/motif ini sesungguhnya mempunyai dua bentuk yaitu :
a. Bentuk nyata (direct) ini adalah kondisi kehidupan nyata yang dihadapi oleh pelaku   seperti kebiasaan sering berjudi, party/clubbing, atau persoalan keuangan. 
b. Berikutnya adalah bentuk Persepsi (indirect) yang merupakan opini yang dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan kecurangan seperti executive need.
Dalam SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada tekanan/motif yang dapat mengakibatkan keempat kondisi tersebut adalah :
a. financial stability,
b. external pressure,
c. personal financial need, dan
d. financial targets.

·         Kesempatan (Opportunity
Kesempatan yaitu peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa dapat menjalankan aksinya yang disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah, ketidakdisplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit & sikap apatis. Hal yang paling menonjol di sini adalah pengendalian internal. Pengendalian internal yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan.
Menurut SAS No. 99 menyebutkan bahwa peluang/kesempatan pada financial statement fraud dapat terjadi pada tiga kategori kondisi tersebut adalah
a. nature of industry,
b. ineffective monitoring, dan
c. organizational structure

·         Rasionalisasi (Rationalization) 
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana pelaku selalu mencari pembenaran atas perbuatannya. Sikap atau karakter yang dimiliki pelaku, akan menentukan rasionalisasi atas pembenaran kecurangan yg dilakukan, contohnya bagi mereka yang umumnya tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi penipuan. 

·         Capability
Dalam kenyataannya ternyata ada satu faktor lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu Individual capabilityIndividual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi seseorang yang mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu tindak kecurangan. Pada elemen Individual Capability terdapat beberapa komponen kemampuan (Capability) untuk menciptakan fraud yaitu :
1.         posisi/fungsi seseorang dalam perusahaan,
2.         kecerdasan (brain)
3.         tingkat kepercayaan diri/ego (confident/ego)
4.         kemampuan pemaksaan (coercion skills
5.         kebohongan yang efektif (effective lying), dan 
6.         kekebalan terhadap stres (immunity to stress). 

Dalam fraud diamond, sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan peran utama dalam terjadinya fraud. Banyak kecurangan-kecurangan besar tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang memiliki kemampaun individu/capability. Walaupun peluang/opportunity membuka jalan untuk melakukan fraud dan insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang ke arah itu tapi seseorang harus memiliki kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud sebagai kesempatan dan untuk mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali, tetapi terus menerus. Dengan demikian, fraud itu terjadi karena adanya kesempatan untuk melakukannya, tekanan dan rasionalisasi yang membuat orang mau melakukannya dan kemampuan individu.
Pada intinya fraud diamond adalah alasan seseorang yang melakukan fraud karena adanya kesempatan, tekanan dan rasionalitas yang ketiga alasan tersebut dapat terjadi jika seseorang memiliki kemampuan (capability). Fraud Diamond ini yang dapat menjadi alasan seseorang yang melakukan kecurangan terhadap laporan keuangan (fianancial statement). 

FRAUD PENTAGON
Ada beberapa perbedaan saat era Cressey, pencetus teori fraud triangle dengan kondisi sekarang, seperti kondisi perusahaan kini semakin berkembang dan kompleks dibanding dulu, serta para pelaku fraud yang kini lebih cerdik dan mampu mengakses berbagai informasi perusahaan. Hal ini menyebabkan teori fraud perlu dikembangkan dari fraud triangle menjadi fraud pentagon. 5 elemen dalam fraud pentagon adalah pressure, opportunity, rationalization, competence, and arrogance.

·         Pressure
Pressure adalah sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kecurangan. Dorongan atau tekanan ini dapat disebabkan oleh tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling, mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.
·         Opportunity
Opportunity adalah peluang / kesempatan yang menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seseorang bisa berbuat atau melakukan fraud. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang.
·         Rationalization
Rationalization merupakan tindakan yang mencari alasan pembenaran oleh orang-orangyang merasa dirinya terjebak dalam suatu keadaan yang buruk. Pelaku akan mencarialasan untuk membenarkan kejahatan untuk dirinya agar tindakan yang sudahdilakukannya dapat diterima oleh masyarakat.
·         Competence
Competence merupakan perkembangan dari elemen opportunity yaitu kemampuan individu untuk mengesampingkan internal control dan mengontrolnya sesuai dengan kedudukan sosialnya untuk kepentingan pribadinya.
·         Arrogance
Arrogance adalah sikap superioritas dan keserakahan dalam sebagian dirinya yang menganggap bahwa kebijakan dan prosedur perusahaan sederhananya tidak berlaku secara pribadi.
Kelima elemen ini yang dapat memicu terjadinya fraud. Individu yang ahli dengan akses luas ke informasi perusahaan, pola pikir tentang hak dan rasa kepercayaan diri dapat menarik resiko terjadinya fraud. Terlebih lagi menempatkan individu-individu tersebut dalam lingkungan budaya yang longgar dengan manajemen yang buruk dan lemahnya internal kontrol merupakan resep bencana bagi perusahaan.



FRAUD TREE
Kecurangan atau penyimpangan (fraud) dapat diartikan sebagai suatu tindakan secara sadar atau tidak (kebiasaan) yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam melanggar aturan yang telah diterapkan untuk keuntungan pribadi. Dari definisi tersebut, kecurangan ini memiliki cakupan yang luas dan dapat dilihat dari beberapa sudut pandang.
Menurut Association of Certified Fraud Examiners ia sulit untuk mencari atau menemukan penyimpangan dalam suatu perusahaan sebab penyimpangan memiliki sifat dasar yang tertutup. Oleh karena itu, ACFE  membuat suatu klasifikasi yang disebut “Fraud Tree” yaitu sistem klasifikasi mengenai kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan di dalam suatu perusahaa yang menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini memberikan gambaran cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Para akuntan cenderung lebih memahami fraud tree dalam bahasa inggris daripada pohon tree, karena fraud tree lebih sering digunakan. 
Occupational fraud tree memiliki tiga cabang utama, yaitu corruptionasset missappropriation, dan fraudelent statements. Secara umum, klasifikasi yang dilakukan terbagi menjadi tiga, yaitu:

1.             Korupsi (Corruption) :
            Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). Sedangkan Delf (2004) menambahkan satu lagi tipologi fraud yaitu cybercrime. Ini jenis fraud yang paling canggih dan dilakukan oleh pihak yang mempunyai keahlian khusus yang tidak selalu dimiliki oleh pihak lain. Cybercrime juga akan menjadi jenis fraud yang paling ditakuti di masa depan di mana teknologi berkembang dengan pesat dan canggih. 
Cabang dan ranting yang menggambarkan fraud, serupa tetapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam ketentuan perundang-undangan kita. Conflict of interest atau benturan kepentingan sering kita jumpai dalam berbagai bentuk, diantaranya bisnis pelat merah atau bisnis penjabat (penguasa) dan keluarga serta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun.
Bisnis yang mengandung benturan kepentingan sering disamarkan dengan kegiatan sosial-keagamaan dan muncul dalam bentuk yayasan-yayasan.
Konsep conflict of interest digunakan dalam konvensi PBB mengenai pemberantasan korupsi (Uniteds Nations Convention Againts Corruption). Indonesia meratifikasi konvensi ini. “Pengertian, definisi, atau konsep conflict of interest dapat memperkaya wawasan kita mengenai makna korupsi kalau ia dicantumkan dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Memasukkan conflict of interest ke dalam undang-undang mempunyai keuntungan, yakni pembuktian tindak pidana korupsi yang mengandung unsur (bestanddeel) conflict of interest relative lebih mudah. Kemudahan pembuktian tindak pidana korupsi ini bermanfaat dalam kasus-kasus pengadaan barang dan jasa.
2.                  Penyimpangan Atas Asset (Asset Misappropriation) :
Asset misappropriation penyalahgunaan terhadap aktiva tetap atau harta perusahaan yang digunakan untuk keuntungan pribadi.
 Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur (defined value).
Asset Misappropriation atau pengambilan aset secara legal dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun, dalam istilah hukum, mengambil aset secara ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan, istilah pencurian dalam fraud tree disebut larneny. Theodorrus M. Tunakotta (2010) menerjamahkan misappropriation sebagai penjarahan. Ini merupakan istilah generiknya.
Hal yang sering menjadi sasaran penjarahan (misappropriation) adalah uang (baik di kas maupun bank). Uang tunai atau uang di bank yang menjadi sasaran, langsung dapat dimanfaatkan oleh pelakunya. Skimming merupakan penjarahan sebelum uang secara fisik masuk ke perusahaan. Contoh yang sangat popular adalah praktik gali lubang tutup lubang  dalam penagihan utang (lapping). Contoh lain, piutang dihapus bukukan, namun tetap di tagih dari pelanggan. Hasil tagihan tidak masuk ke perusahaan, dan di jarah oleh si penagih. 
Sasaran lain dari penjarahan adalah persediaan barang (inventory). Umumnya daya tarik untuk mencuri kas lebih tinggi dari asset lainnya. Namun, dalam situasi tertentu persediaan barang sangat menarik untuk dijadikan sasaran pencurian. Contoh : penjualan BBM bersubsidi secara illegal pada waktu ada disparatis harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dan yang tidak bersubsidi. 
Aset lainnya (yang bukan cash atau inventory) juga bisa menjadi sasaran adalah asset tetap, misalnya kendaraan bermotor yang di miliki perusahaan.Modus peran di dalam penjarahan asset yang bukan uang tunai atau uang di bank adalah misuse dan larcenyMisuseadalah penyalahgunaan, misalnya penggunaan kendaraan bermotor perusahaan atau asset tetap lainnya untuk kepentingan pribadi. Hal ini sangat umum terjadi sehingga sering kali di anggap biasa dan bukan fraud. Contoh : alat transport perusahaan atau lembaga pemerintahan yang di pakai untuk mengangkut barang-barang pribadi atau inventaris kantor atau instansi pemerintah yang di pakai untuk mengangkut barang-barang pribadi atau inventaris kantor atau inventaris pemerintah yang di pinjam selama sesorang memegang jabatan (misuse) dan tidak mengembalikannya sesudah ia tidak lagi menjabat (larceny). 

3.             Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement) :
Financial Statement Fraud meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.
Jenis fraud ini sangat dikenal para auditor yang melakukan general audit (opinion audit). Ranting pertama menggambarkan fraud dalam menyusun laporan keuangan. Fraud ini berupa salah saji (misstatement baik over ataupun under). Cabang dari ranting ini ada dua. Pertama, menyajikan asset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya. Kedua, menyajikan asset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya.
Praktik-praktik secara ekstensif di bahas dalam buku-buku auditing. Khususnya dalam bentuk yang pertama, yang terlihat banyak dari perusahaan public raksasa di Amerika Serikat, seperti Enron. Ketentuan-ketentuan undang-undang Sarabnes Oxley merupakan reaksi yang keras terhadap praktik-praktik ini.Bentuk yang kedua lebih banyak berhubungan dengan laporan keuangan yang disampaikan kepada instansi perpajakan atau instansi bead an cukai.

Ranting kedua menggambarkan fraud dalam menyusun laporan non-keuangan. Fraud ini berupa penyampaian laporan non-keuangan secara menyesatkan, lebih bagus dari keadaan yang sebenarnya, dan sering kali merupakan pemalsuan atau pemutarbalikan keadaan. Bisa tercantum dalam dokumen yang dipakai untuk keperluan intern maupun ekstern. Contoh : Perusahaan minyak besar di dunia yang mencantumkan cadangan minyaknya lebih besar secara signifikan dari keadaan yang sebenarnya apabila diukur dengan standar industrinya, atau perusahaan yang alat produksinya atau limbahnya membawa bencana bagi masyarakat, tetapi secara terbuka (misalnya melalui iklan) mengklaim keadaan sebaliknya.